Postingan

Menampilkan postingan dengan label karangan

Barangkali “Perkembangan” UN dalam Perkubangan

Gambar
Oleh: Ni Nyoman Alit Purwaningsih              "Standar nasional pendidikan di negeri ini mensyaratkan adanya standar isi, proses, pendidik, sarana, pengelolaan, dan pembiayaan, sebelum akhirnya berbicara tentang standar penilaian (evaluasi) pendidikan.” -St. Kartono-  Barangkali, persoalan UN menjadi topik perbincangan hangat sekarang. Tragedi. Begitulah kata yang tepat dilontarkan untuk kegagalan UN kali ini. Bukan hanya carut marut lagi, namun sudah gagal. Kegaduhan persoalan UN di setiap tahunnya memang sudah ada. Persoalan bocornya soal, peserta mencontek, soal tertukar, adanya joki UN, dan persoalan lainnya memang menjadi persoalan jamak setiap tahun. Apalagi sejak diberlakukan UN. Kini, carut marut tersebut sudah dipatahkan. Dalam hal ini dipatahkan dalam sebuah kegagalan. Masih hangat kegagalan UN tahun ini bahwa, 33 propinsi di Republik Indonesia, sepertiganya atau 11 provinsi harus menunda pelaksanaan UN ka...

Cari SKP, kok Cap Cip Cup ?

Gambar
Sepasang mata berkali-kali lipat tertuju pada kertas putih yang tertempel di tembok. “Maan SKP sing ne nah?,” ketus seorang mahasiswa Universitas Udayana. Begitulah skenario yang tertangkap di salah satu fakultas Universitas Udayana saat membaca pamflet acara seminar. “ Maan SKP sing ne nah? ”, yang jika di-Indonesiakan, “dapat SKP tidak ini ya?”, sudah tidak asing lagi di telinga I Putu Andika Suryanatha Budi Sentana, mahasiswa fakultas Pertanian. “Kalau nggak ada SKP, nggak banyak mahasiswa yang dateng . Padahal menurutku, SKP bisa dicari pelan-pelan. Malah yang seharusnya dikejar itu adalah SKS,” ujar Andika. Pemberlakuan SKP dimunculkan sebagai perantara suatu sistem yang dapat menumbuhkembangkan minat dan mendorong mahasiswa agar mengikuti kegiatan. Karena pada awalnya, mahasiswa kurang memiliki minat untuk mengasah soft skill melalui kegiatan di luar akademik. Namun, pemahaman dan niat mahasiswa berkata lain. Kacamata mahasiswa pun cenderung memiliki pemikiran yang ins...

Orang-Orangan Sawah VS Beton Angkuh

Gambar
Lima belas tahun ke belakang, burung-burung pipit masih merasakan surga di hamparan padi yang sangat luas. Sejauh mata memandang, masih nampak orang-orangan sawah berdiri dengan gagahnya di sudut-sudut pematang sawah. Sungguh sebuah kenangan yang indah dan menentramkan. Kenangan? Ya, ini hanya sebuah kenangan, karena orang-orangan sawah yang dulu  berdiri dengan gagahnya kini telah terinjak oleh bangunan-bangunan yang berdiri dengan angkuhnya. Gelar Pulau Bali sebagai Pulau Dewata, Pulau Surga, dan Pulau Seribu Pura yang menarik banyak wisatawan telah menjadi peluang bagi investor untuk berlomba-lomba menanamkan usahanya di Bali. Alhasil, hotel, villa, restoran dan pendukung lainnya bermunculan di setiap sudut tempat di Bali. Kompetisi para investor inilah yang memicu terjadinya  penyempitan lahan pertanian di Bali. Sungguh ironis melihat kenyataan lahan pertanian di Bali berganti baju menjadi bangunan beton hingga 1000 hektar per tahun. Masing-masingnya sekitar 800 h...

Arsitektur Bali, Upaya Warga Mencipta Ruang Kota yang Nyaman

            Wajah Bali kini berbeda dengan wajah Bali dulu. Ruang Bali dulu, tak sesempit kini. Begitu sesak dengan tumpukan rumah ataupun deretan bangunan tanpa celah. Akhirnya, kawasan yang ramah lingkungan dan hemat energi pun memudar kian waktu. Dampaknya pun tak segan-segan berujung pada perubahan iklim.             P erubahan iklim merupakan ancaman terbesar bagi kita di seluruh dunia. Pulau-pulau kecil seperti Bali akan merasakan dampak terburuknya karena naiknya permukaan air laut. Tak hanya itu. Akibat perubahan iklim, hujan menjadi tak menentu. Ditambah tata ruang  Denpasar yang tak ramah lingkungan, akibat e mpat tahun belakangan ini Denpasar menjadi langganan banjir. Adakah usaha kita untuk menjaga Gumi Bali?             Menjaga gumi Bali dapat memulai dari rumah tangga. Setidaknya mulai dari bangunan atau arsitektur rumah. ...

Taktik Sang Penabur Iklan

Baliho raksasa tertancap kokoh di pinggir jalan. Saling menjatuhkan produk lain. Seolah tinggal menunggu beberapa baliho raksasa saling silang pedang. Memang, dalam era sekarang hidup akan sepi tanpa iklan. Begitu juga bagi sebuah perusahaan. “Menabur iklan” bagi perusahaan kian penting dan wajib untuk mengisi “brangkasnya”. Karena menabur iklan semakin marak, tak segan-segan perusahaan tertentu mematok biaya yang keluar lebih tinggi dibanding biaya yang masuk. Berjuang menabur iklan lantaran memperkenalkan produk hingga terkenal dan berdaya jual tinggi. Akhirnya, etika bisnis dalam menabur iklan pun harus dipahami betul oleh pihak produsen. Bagaimana tidak? Hal tersebut dilakukan agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh kata-kata yang “omong kosong”. Nah, ketika berbicara mengenai etika bisnis dalam menabur iklan, seakan pembicaraan menjadi bersifat abstrak didengar. Kenapa? Karena ada dua hal yang perlu dimengerti mengenai etika bisnis, yaitu pe...

Ketika Tanah Warisan Diperjualbelikan Kepada Orang Luar

“Ojek… Ojek…” Beberapa tukang ojek mendekati, berteriak menawarkan jasa ketika orang-orang turun dari sebuah jukung dan mendaratkan kaki di Pelabuhan Toya Pakeh, Nusa Penida.             Matahari menyumbangkan panasnya kepada pulau  terpencil tersebut. Pantas saja, penduduk di Pulau Nusa Penida mayoritas berkulit gelap karena ulah sang matahari. Memang, sebagian besar orang luar menganggap Nusa Penida sebagai sebuah tempat yang kering dan tandus. Sekian menit menyusuri jalanan di Pulau Nusa Penida yang begitu terjal serta tanah yang berkapur, terlihat di pinggir jalan berdiri rumah-rumah gubug. Gubug tersebut tak lain adalah sebuah tempat yang dipakai untuk menyimpan hasil panen rumput laut. Terlihat juga jemuran-jemuran rumput laut membentang yang diwadahi dengan terpal di depan gubug. Ya. Saat ini, masyarakat Nusa Penida bermata pencaharian rumput laut. Perlu diketahui bahwa, masyarakat ...

Ketika Kepak Sayap Burung Pipit Menghilang

Gambar
“Klontang, klontang, klontang… Brrsssshhhh…” Bunyi kaleng bekas secara otomatis mengagetkan burung-burung yang ketika itu sedang asyik memakan bulir-bulir padi. Dan seketika itu pula burung-burung mengepakkan sayapnya dengan kompak.         Kaleng tersebut di ikat berjejer dengan tali. Setelah itu, di dalam kaleng tersebut diikat paku dan ujung dari ikatan tersebut diletakan dipinggir sawah atau di pinggir jalan. Jika di gerakan kaleng akan mengeluarkan suara “Klontang, klontang”. Sang petani begitu sabar menjaga lahannya. Sadar karena lahan tersebut merupakan sumber hidupnya dan keluarganya.        Ada juga di atas pematang sawah yang panjang, di sisi sepetak padi tersebut, anak-anak dengan semangatnya memainkan sebuah tali nylon yang diujungnya diikatkan dengan sebuah layang-layang. Angin semilir membuat layang-layang terbang dengan elok di atas hamparan padi yang tak lama lagi siap p...