Puisi Tersedih-Pablo Neruda [7]

Aku dapat menulis puisi tersedih dari segalanya malam ini.
Menulis, misalkan: “Malam penuh bintang, dan bintang-bintang, biru, menggigil di kejauhan.” Angin malam berpusing di langit dan bernyanyi.
Aku dapat menulis puisi tersedih dari segalanya malam ini.
Aku mencintainya, dan kadang dia mencintaiku juga. Pada malam seperti ini, aku peluk dia dalam rengkuhku. Kucium dia berkali-kali di bawah langit tak terbatas. Dia mencintaiku, kadang aku mencintainya. Bagaimana bisa aku tak sangat mencintainya, mata yang tenang?
Aku dapat menulis puisi tersedih dari segalanya malam ini.
Berpikir aku tak memilikinya. Merasa aku kehilangan dia. Mendengar keluasan malam, lebih luas tanpa dia.Dan puisi itu jatuh ke jiwa seperti embun ke rumputan. Apa yang terjadi hingga cintaku tak mampu menjaganya. Malam penuh bintang dan dia tak bersamaku. Begitulah. Nun, seseorang bernyanyi. Nun.Jiwaku lenyap tanpanya. Andai dia dekat, mataku mencarinya. Hatiku mencarinya dan dia tak bersamaku.Malam yang sama memutihkan pepohonan yang sama. Kami, kami dulu, kami kini tak sama lagi.
Aku tak lagi mencintainya, sungguh, tapi betapa besar cintaku padanya. Suaraku mengejar angin untuk menyentuh telinganya. Milik orang lain. Dia akan menjadi milik orang lain. Seperti dia sekali waktu milik ciumanku. Suaranya, tubuh ringannya. Mata tak terbatasnya.
Aku tak lagi mencintainya, sungguh, tapi barangkali aku mencintainya. Cinta itu begitu pendek dan lupa begitu panjang. Karena pada malam seperti ini aku memeluknya di rengkuhku,jiwaku lenyap tanpanya. Walau ini mungkin luka terakhir yang dibuatnya padaku, dan ini mungkin puisi terakhir kubuat untuknya.
[Dinukil dari Pablo Neruda, Veinte poemas de amor

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cari SKP, kok Cap Cip Cup ?

Soneta XVII-Pablo Neruda [6]

Pasar Mini Sehat Ala Sunday Community Market