Fenomena Sampah di Negeri Spiritual
Bali,
salah satu propinsi di Indonesia dengan mayoritas agama Hindu. Hindu Bali,
dikenal dengan prosesi upacara yang memanfaatkan sumber daya alam seperti
tumbuh-tumbuhan sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Umat
Hindu Bali, membawa canang dan sesajen menggunakan bokor atau keben. Tapi,
itu kebiasaan tempo dulu. Sekarang, umat Hindu banyak menggunakan plastik untuk
membawa canang dan sesajen lainnya.
Bahkan air suci (tirta) pun dibawa
menggunakan plastik. Hal itu memang tidak ada larangan. Namun, apakah plastik
yang sudah tidak digunakan tersebut telah dibuang pada tempatnya?
Hari-hari
tertentu, umat Hindu melakukan persembahyangan (mebakti) di pura-pura. Apalagi saat upacara piodalan Pura. Umat (pamedek) pun datang (tangkil) dengan hati yang tulus menghadap
kepada-Nya. Meningkatnya semangat nangkil
ke pura, apakah artinya semakin meningkatnya Sradha dan Bhakti kepada Tuhan?
Hanya masing-masing individu yang bisa merasakannya. Namun sepertinya,
pemahaman terhadap Sradha dan Bhakti kepada-Nya masih sebatas mencakupkan
tangan, mengucapkan doa, menghaturkan banten/canang. Kenapa begitu? Pemandangan
tumpukan sampah canang seusai sembahyang menjadi fenomena yang biasa terjadi.
Umat yang tangkil kadang membiarkan
bekas canang atau bunga yang digunakannya. Lebih miris lagi, ketika mendengar pengempon atau panitia melalui microphone berkali-kali mengingatkan
agar bekas sarana persembahyangan dibuang ke tempat sampah, namun tidak
dihiraukan oleh pamedek. Sehingga umat
yang datang selanjutnya, harus bersembahyang diantara hamparan canang bekas yang
dapat mengganggu kenyamanan persembahyangan. Sedikit tidaknya menjadi ironi
dimana seiring meningkatnya animo umat untuk tangkil mebakti di pura, namun diikuti dengan semakin kotornya area
persembahyangan. Apakah tidak kasihan dengan area persembahyangan yang
seharusnya suci lahir bathin?
Masalah
sampah merupakan masalah pelik, seperti yang didengung-dengungkan iklan layanan
masyarakat pada stasiun TV di Bali. Semua tergantung pada kesadaran diri
masing-masing. Tingkat kesadaran umat dalam bersembahyang semakin meningkat.
Namun, hal tersebut harus diimbangi dengan kesadaran menjaga kebersihan dan
keasrian pura. Misalnya saja dengan membuang sampah bekas persembahyangan di tempat
sampah. Sampah bunga, dupa, daun, pada tempat sampah organik, sedangkan sampah
plastik dan sejenisnya dibuang pada tempat sampah anorganik. Bahkan dengan
membersihkan sampah hasil persembahyangan sendiri pun sudah cukup.
Tak
hanya kedisiplinan di pura saja, di rumah pun juga diperlukan. Setiap hari di
pagi atau sore, umat membuang sampah canang. Misalnya, canang tangkih (yang berupa daun dan bunga)
sampai canang ceper (yang terbuat
dari janur dan bunga). Kalau misalnya di setiap rumah dibuatkan lubang sampah
untuk membuang sampah organik sejenis sampah canang tersebut, jumlah sampah
yang dibuang ke TPA tentunya akan berkurang. Bayangkan kalau diolah dengan
benar. Sampah dari canang ini akan menjadi bahan yang bagus untuk kompos.
Langkah
kecil dengan membuat lubang sampah untuk sampah organik, sangat bisa memberikan
kontribusi pengurangan sampah di TPA. Bahkan dapat memberikan manfaat karena
sampah organik misalnya dari canang tersebut akan menjadi pupuk. Kontribusi
kecil ini akan membantu menyelamatkan lingkungan. Utamanya di Bali, pulau yang
terkenal dengan keindahan dan kenyamanan. Adakah rasa malu jika sebutan
tersebut hanya sebatas sebutan? Bali yang terkenal dengan spiritualitas, adakah
rasa malu jika tempat ibadah yang digunakan terhampar dengan sampah bekas
persembahyangan sendiri? Ups…
Tulisan
ini tiada maksud untuk mengintimidasi suatu agama atau kepercayaan. Penulis
menginginkan agar setidaknya masyarakat jengah
dan membiasakan diri menjaga lingkungan, menjaga kebersihan yang dimulai dari
hal-hal kecil di sekitar. Janganlah hanya berkoar-koar, “Ayo Jaga Lingkungan,
Buang Sampah pada Tempatnya, Stop Ini Itu…”, namun saat diingatkan membuang
sampah sarana persembahyangan saja sulit. Rasa Bhakti kepada Tuhan tidak hanya
mencakupkan tangan dan mengucapkan doa, namun lebih dari itu, rasa Bhakti juga
ditunjukkan dengan menjaga alam agar tetap bersih, apalagi di area
persembahyangan (alt).
Komentar